Pages

November 26, 2009

Fenomena BlackBerry

Percaya atau tidak, dalam waktu dekat Indonesia akan menjadi negara dengan pengguna ponsel pintar Blackberry terbesar di seluruh dunia.

Hingga pertengahan 2009 saja, jumlah pengguna ponsel rilisan Research in Motion (RIM) itu sudah menduduki angka 300-400 ribu pelanggan.

Soal pertumbuhan, jangan ditanya, tahun lalu ponsel yang diperkenalkan sejak 1997 di Kanada itu melesat hingga hampir mendekati 500 persen. Meski angka pengguna masih di bawah Amerika Serikat dan Kanada yang rata-rata mencapai satu juta tapi diproyeksikan Indonesia tidak akan perlu waktu lama untuk mengejar ketertinggalan itu.

Chief Marketing Officer Indosat, Guntur Siboro, meyakini, pengguna BlackBerry di Indonesia akan menempati posisi tertinggi di dunia tidak lama lagi. "Saya rasa Indonesia tak lama lagi akan melampaui AS dan Kanada," katanya.

Dari sisi konsumen, RIM pada dasarnya memiliki pangsa pasar yang empuk untuk "bermain" di Indonesia. Tidak sekadar pasar `corporate`, pasar becek pun mulai menjadikan BlackBerry sebagai "the most wanted" handset di Tanah Air.

Bahkan ada sebagian orang yang rela mengajukan aplikasi Kredit Tanpa Agunan (KTA) ke perbankan untuk sekadar memuaskan keinginan demi memiliki ponsel impian, si cerdas BlackBerry.

Diperkenalkan pertama pada pertengahan Desember 2004 oleh operator Indosat dan perusahaan Starhub tidak menjadikan BlackBerry kesulitan untuk segera merebut hati para pencinta ponsel di Indonesia.

Indosat yang memulai langkah pertama dengan menggandeng Starhub yang merupakan pengejewantahan RIM segera menyediakan layanan Blackberry Internet Service dan Blackberry Enterprise Server.

Tidak berselang lama, pasar Blackberry kemudian diramaikan oleh dua operator besar lainnya di tanah air yakni Excelkom dan Telkomsel. Excelkom menyediakan dua pilihan layanan yaitu Blackberry Internet Service dan Blackberry Enterprise Server+ (BES+).

Natrindo Telepon Seluler (Axis) enggan ketinggalan menikmati manisnya "kue" berbisnis layanan BlackBerry di Indonesia. Pada pertengahan tahun ini, operator itu meluncurkan layanan berbasis BlackBerry yang amat diminati.

Smart Telecom dan Hutchison CP Telecom (Tri/3) siap menjadi operator berikutnya dan bergabung menjadi mitra RIM menggelar akses BlackBerry.

"Untuk BlackBerry kami sedang dalam proses assesment dengan RIM (Research in Motion)," kata Deputy General Manager New Business Services/Product Innovations Hutchison CP Telecom Indonesia, Hiro Wardana.

Ia mengakui, Tri tidak menjadi operator pertama yang menawarkan layanan BlackBerry, tetapi ia menjamin layanan yang diberikan pihaknya memiliki nilai tambah yang tidak ditawarkan operator lain. Pihaknya sendiri menilai market BlackBerry di Indonesia sangat menarik, dinamis, dan menjadi fenomena khusus.

Di koridor yang berbeda, Telkom (Flexi), Bakrie Telecom, dan Mobile-8 Telecom juga telah menyatakan diri cukup berminat mengisi pasar yang sama. Jadi, dapat dipastikan dengan semakin banyaknya penyedia layanan, pasar BlackBerry akan semakin mempesona di Indonesia.

Fenomena Candu

BlackBerry menjadi salah satu handset yang paling diinginkan di Indonesia. Itu tercermin dari kian membengkaknya pengguna layanan ponsel yang memiliki sistem operasi multi-tugas (multi-tasking operating system - OS) itu.

Harus diakui, BlackBerry di tanah air diinginkan bukan sekadar karena kecerdasannya melainkan keberadaannya yang penuh dengan privelese. Si ponsel pintar itu telah menjadi simbol status dan menaikkan nilai gengsi penggunanya.

"Hanya di Indonesia, BlackBerry digunakan oleh user non-corporate kalau di negara lain, BlackBerry digunakan untuk kepentingan corporate," kata PR Manajer Hutchison CP Telecom, Arum K. Prasodjo.

Bercermin dari pengalaman di negara lain, keberadaan BlackBerry juga begitu diinginkan tetapi bukan lantaran harganya yang mahal melainkan sifatnya yang "mengekstasi" penggunanya hingga kecanduan.

Dalam dunia ponsel pintar, bahkan lahir istilah "crackberry" berasal dari kata crack yang berarti kokain dan kata Blackbery. Kemudahan yang dihadirkan dalam mengakses e-mail dan pesan instan membuat para pengguna seringkali tak bisa lepas dari ponsel itu.

Efek yang dihasilkan membuat para pengguna tampak seperti orang yang kecanduan dengan Blackberry. Crackberry pun menimbulkan kekhawatiran akan perubahan ritme kerja menjadi tidak sehat dan hilangnya keseimbangan hidup.

Hal itulah yang kemudian membuat beberapa pemerintahan negara membatasi bahkan melarang penggunaan Blackberry.

Di Kantor Imigrasi dan Kewarganegaraan Kanada, misalnya, pejabat memerintahkan karyawan untuk mematikan alat dari pukul 7 malam hingga 7 pagi, hari libur, dan akhir pekan. Larangan itu semata dimaksudkan untuk menjaga kesimbangan hidup karyawan. Pemerintah setempat juga kemudian mengeluarkan panduan khusus dalam menangani kondisi darurat sehubungan dengan pembatasan Blackberry.

Sementara di Perancis, muncul larangan bagi para menteri untuk menggunakan Blackberry dengan alasan intelijen. Alasan itu logis mengingat di Inggris pemanfaatan Blackberry telah meluas hingga ke arah kepentingan pelacakan nomor-nomor kendaraan serta foto-foto pelaku kriminal.

Service Center


Sayang, meski pertumbuhan pasar BlackBerry di Indonesia luar biasa pesat, RIM tidak segera merespon dengan membuka service center dengan berbagai alasan dan pertimbangan yang sulit dimengerti.

RIM dengan BlackBerry-nya terkesan menjadi handset yang mempesona dengan kesombongan luar biasa lantaran diperlakukan layaknya raja di pangsa perponselan tanah air.

Jika pemerintah melalui Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) tidak mendesak perusahaan itu untuk bersegera membuka service center dengan membekukan pengajuan sertifikasi impor, pembukaan cabang RIM di Indonesia layaknya jauh api dari panggang.

Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) bersama Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menghendaki kantor RIM-Authorized Repair Facility di Jakarta lebih besar dibandingkan kantor serupa di negara-negala lain di Asia, mengingat pertumbuhan BlackBerry di Indonesia tercatat yang paling tinggi di kawasan ini.

"Departemen Kominfo dan BRTI menghendaki agar kapasitas RIM-Authorized Repair Facility yang ada di Jakarta ini harus lebih besar dibandingkan dengan yang berada di negara-negara sekitar Asia, mengingat pertumbuhan BlackBerry di Indonesia tercatat yang paling tinggi di Asia," kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Departemen Kominfo, Gatot S. Dewa Broto.

Menurut dia, RIM-Authorized Repair Facility di Jakarta yang baru dibuka akhir Agustus 2009 harus bersifat "total solution", sama seperti yang menjadi persyaratan internasional.

Dengan demikian, jika ada handset yang mengalami kerusakan cukup berat tidak perlu dikirim ke RIM-Authorized Repair Facility di negara lain yang terdekat dengan Indonesia.

RIM memang meminta waktu untuk melakukan studi kelayakan di Indonesia untuk menemukan konsep paling tepat bagi service centernya. Tarik ulur pun kembali terjadi. Pembekuan sertifikat pengajuan impor BlackBerry untuk jenis-jenis tertentu yang belum beredar di Indonesia menjadi senjata tersendiri bagi pemerintah untuk mendesak RIM agar bersegera membuka kantor cabang.

Pembekuan akan dicabut sampai service center resmi dibuka di Indonesia. Service center yang dibuka pun tidak kemudian asal ada, melainkan dengan syarat yang telah disebutkan sebelumnya.

Kesombongan itu pun layaknya mencair saat RIM resmi membuka authorized Repair Facility di Indonesia pada 21 Agustus 2009. Pemerintah melakukan inspeksi pada hari yang sama.

Sampai kemudian Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) bersama BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia) akhirnya menyatakan, dapat menerima secara prinsip kelengkapan, mekanisme, dan prosedur yang dimiliki fasilitas layanan perbaikan resmi RIM (RIM-Authorized Repair Facility) di Indonesia.